RINDUKU, SEBUAH PERTANDA KAH?


Kemarin malam bayangmu tiba-tiba berkelebat di pikiran. Menghadirkan rindu yang tiba-tiba menyekap jiwa. Kupikir hanya kebetula  saja. Namun saat kuabaikan, yang terjadi justru hatiku kian terusik. Rinduku menggunung. Ah, ada apa gerangan. Kenapa kau tiba-tiba menyusup dalam ingatan dan memaksaku untuk mencari nomormu di ponselku. Mengetik huruf-huruf yang terangkai menjadi kalimat biasa dengan sedikit basa-basi yang basi.

Aku rindu.


Itulah inti smsku meski sedikitpun tak tertulis kalimat itu. Menyinggung pun tidak. Tapi kau pasti tau, kalimat basa-basi yang kulontarkan tersebut memiliki makna tersirat bahwa aku tak mampu lagi menahan desakan rindu dengan diam.

Malam ini, setahun lebih seminggu sejak pertemuan terakhir kita. Kembali kita merajut sua. Ah, maaf, aku terkalahkan oleh rindu. Setelah biasanya kunikmati sendiri rindu ini. Setelah biasanya kuabaikan pengakuan rindumu. Malam ini alam seakan serentak mengarahkan langkah kaki kita untuk bertemu sang pengobat rindu.

Mengitari jalanan kota Medan, kita saling berbagi cerita. Sesekali kau lemparkan celotehan ringan karena tanganku yang begitu dingin saat kau genggam.

“Pemburu berdarah dingin,” celotehmu sambil terkekeh.

Kau pun menawarkan mematikan ac mobil. Aku menolak, genggamanmu sudah cukup menghangatkan. Kita terus bercerita banyak hal. Dari tentangku, kau, kita, mereka, atau sesiapa yang kita lihat dan pikirkan. Hingga pada satu titik, terucaplah kisah pedih itu dari bibirmu. Seketika aku berubah menjadi sosok pendengar yang hanyut dalam kisah si penutur cerita. Pendengar yang ikut terluka dan merana oleh kisah sang pencerita.

Ah, muara rinduku, rindu yang mengusikku kemarin malam, mungkinkah sebuah pertanda akan kegetiran yang sedang kau alami?

Tetaplah tegar muara rinduku. Jika kemarin kuikhlaskan kita melangkah sendiri-sendiri, bukan berarti rasaku juga ikut pergi. Kau tetaplah muara rinduku, nama yang selalu kusebut dalam do’a. Jika pada akhirnya jalan takdir mempertemukan kita dalam kesempatan yang memungkinkan untuk bersama, kau boleh datang untuk menggandeng tanganku dan menapaki jalan yang sama, bersama.

Share:

0 komentar