CAMPING DI BUKIT GUNDUL SIPISO-PISO : MALAM OLAHRAGA, PAGI DIPELUK KABUT

bukit gundul
Camping di Bukit Gundul Sipiso-Piso 

Camping di Bukit Gundul Sipiso-Piso : Malam Olahraga, Pagi Dipeluk Kabut : Wacana camping di Bukit Gundul Sipiso-Piso sebenarnya sudah lama ada. Cuma beberapa bulan kemudian baru terealisasi. Oh iya, Bukit Gundul adalah salah satu tempat camping yang berada di Gunung Sipiso-Piso. Sebenarnya sudah lama sih ada anak gunung yang ngetenda disini. Tapi hitsnya paling baru  dua tahunan ini saja.

Bukit Gundul Sipiso-Piso berada di Kecamatan Merek, Kabupaten Karo – Sumatera Utara. Jarak tempuh Medan – Bukit Gundul berkisar 3 jam. Tidak ada jalur trekking disini. Biasanya para pendaki datang dengan mengendarai sepeda motor sampai ke lokasi camping. Karena jalurnya menanjak dan berkerikil, dianjurkan membawa sepeda motor yang sehat ya. Kalau bisa jangan pakai matic.

Saya ke Bukit Gundul bareng kawan-kawan Sheilagank Sumut. Yang ikut cukup ramai karena ada yang membawa teman, pacar, dan istri. Total ada 10 sepeda motor. Berarti ada 20 orang karena semua berboncengan. Dari 10 sepeda motor itu, 4 di antaranya berjenis matic. Ziahhaaa… cari penyakit ini mah.

Rencana berangkat pukul 20.00 WIB. Tapi karena tunggu-tungguan, nyiapin ini itu, alhasil molor juga. Saya tidak tau pastinya jam berapa kami berangkat dari rumahnya Dian di daerah jl Setia Budi Medan. Yang pasti saat sampai di Sembahe, jam sudah menunjukkan pukul 22.35 WIB. Wedeeeh.. perjalanan masih jauh padahal.

Wisata Karo
Masih baru sampai Sembahe
Melewati Bandar Baru, di jalanan yang menanjak dan tikungan yang cukup tajam, temennya Ibenk *saya berboncengan dengan si Ibenk, humasnya Sheilagank Sumut* nelfon dan memberitahu kalau sepeda motor yang mereka kendarai mati. Kami berencana putar arah menjemput mereka tapi tak jadi. Alhasil di Penatapan

Kami menunggu cukup lama di pinggir jalan. Tepat di depan warung jagung bakar pertama di Penatapan jika dari arah Medan. Telfon pun berdering. Katanya sepeda motornya benar-benar tak bisa hidup meski sudah berkali-kali coba dihidupkan. So, kami pun memutuskan untuk balik ke bawah. Belum sampai di TKP, telepon kembali berdering, katanya sudah bisa. Jadinya kami balik lagi ke Penatapan.

Karena si Ibenk laper, jadinya kami nunggunya nggak di pinggir jalan lagi. Melainkan sambil duduk di warung pertama Penatapan. Dia pesan mie instan cup, sementara saya pesan jagung rebus. Sampai mie nya habis, Fredy belum juga sampai. Hmmm… tadi katanya sudah bisa motornya, kok belum nyampe juga sih.

Warung Jagung Rebus Penatapan Karo
Dari berdiri di pinggir jalan, duduk dan pesan makanan di warung Penatapan, sampai harus menunggu sendirian -_-
Ternyata oh ternyata, motornya ngulah lagi. Mereka minta jemput. Ya sudah lah, saya memberanikan diri ditinggal di warung jagung itu sementara Ibenk turun ke bawah buat jemput Fredy dan temannya *saya lupa namanya*. Teman-teman yang lain nunggu di Berastagi.

Awalnya saya nyantai saja. Tapi lebih 15 menit mereka belum datang juga, mulai resah juga. Secara warungnya sepi. Pembelinya cuma saya. Penjaga warungnya cowok semua. Jarak dengan warung lain agak jauh. Trus musik menghentak kuat dari tiap warung. Pengendara juga satu dua yang lewat karena sudah malam. Kalau tiba-tiba mereka niat jahat kan serem juga.

Ada sepertinya saya nunggu sampai setengah jam. Dan di tengah-tengah kegelisahan itu, akhirnya mereka datang. Fredy pesan mie instan cup juga. Di sela-sela Fredy menikmati mie-nya itu lah kami diskusi mengenai motor yang rusak ini.

Akhirnya diambil keputusan untuk melanjutkan ke Bukit Gundul sementara sepeda motonya si kawan dititipkan ke warung jagung bakar tempat kami singgah. Jadi nanti ada 2 motor yang harus bonceng 3. Wedeeew,,, was-was juga sih bakal kena tilang pak polisi. Malam ini sih nggak masalah karena udah tengah malam. Pulangnya ini. Dan lagi saat nanjak ke Bukit Gundul ini takutnya nggak tarik. Tapi nggak mungkin juga pulang lagi ke Medan. Jadi ya lanjut saja lah. Masalah pulang dipikirkan besok saja.

Arif akhirnya balik lagi ke Penatapan buat jemput kami. Dari Penatapan ke Berastagi, Arif, Fredy dan kawannya Ibenk bonceng 3. Sementara saya dibonceng Ibenk dengan membawa tas carrier berisi tenda dan alat-alat camping lainnya.

FYI, ini pertama kalinya saya dibonceng naik motor dengan memanggul carrier. Rasanya kok ya lebih sulit dari berjalan dengan carrier di punggung. Beratnya sih masih bisa lah saya tahan, tapi karena carriernya lumayan tinggi *entah ukuran berapa liter saya kurang tau*. Saya jadi serba salah memosisikan badan.

Awalnya si carrier ditaruh di tengah. Jadi saya gak perlu memanggulnya. Tapi sebentar saja rasanya badan udah pegel banget. Soalnya badan saya harus tetap tegak lurus, kaki juga jadi lebih ngangkang. Kepala mau condong dikit aja ke depan nggak bisa karena ada carrier. Pegel dan susyaaah.

Saya pun minta Ibenk untuk berhenti. Ganti posisi. Carriernya saya panggul aja di belakang. Eh ternyata tetap aja susah. Carrier yang berisi beban ditambah angin saat berkendara membuat badan saya seakan ketarik ke belakang. Wadoooh… padahal kalau lihat anak gunung naik motor sambil bawa carrier kelihatannya aman-aman aja. Ternyata susah boook. Walhasil saya pasrah aja nyandarkan badan ke carrier sambil tangan berpegangan erat di jaket pak supir supaya nggak terjungkal ke belakang.

Sampai di Berastagi terjadi perombakan boncengan karena sepeda motor si kawan yang rusak. Arif, Aisyah, dan Dian bonceng 3. Ibenk, Fredy, dan kawan Ibenk bonceng 3. Saya dengan bang Rudi. Carriernya saya lupa siapa yang bawa. Yang pasti cowok yang bawa.

Dari Berastagi menuju Bukit Gundul, saya terkantuk-kantuk. Bahkan sempat merasa melayang beberapa detik lalu kaget dan tersadar lagi. Beberapa kali terlibat ngobrol dengan bang Rudi yang ternyata juga ngantuk *iyalah ngantuk, udah dini hari juga*. Tapi lebih banyak diamnya juga sih karena mata rasanya mau terpejam saja. Ya Allah… nguantuuuk bingits. Tapi di antara kantuk itu saya sempat-sempatkan berdo’a, minta perlindungan. Secara kecelakaan banyak terjadi karena pengendara yang ngantuk kan.

Melewati pos penjagaan menuju Bukit Gundul, jalan mulai menanjak, berbatu-batu, dan tikungan yang cukup tajam. Baru sebentar nanjak, bang Frans sepeda motornya nggak tarik. Dia teriak-teriak minta bantuan hahhahaa… Kami melewatinya sambil terkekeh-kekeh, cuma dalam hati saya was-was juga bakal nggak tarik ya, secara kami pakai matic. Kalau motor bebek biasa aja nggak tarik, gimana yang matic ini.

Dan benar saja, tepat ditikungan, si matic K.O. Saya harus turun, sementara bang Rudi tampak kepayahan meski saya sudah turun. Medannya memang cukup sulit sih.

2 matic lainnya juga mengalami hal yang sama. Alhasil, saya, Icha, dan temennya Cekli harus jalan dalam kegelapan dengan medan yang menanjak berbatu. Motornya Icha bahkan sampai berasap dan mengeluarkan aroma seperti ban terbakar. Sementara itu, Ibenk, Fredy, dan kawannya Ibenk yang bonceng 3 mengalami hal yang sama. Si Jago Merah *nama sepeda motor saya yang mereka gunakan* ternyata nggak sanggup mengangkut 3 orang itu ke atas.

Cukup lama kami berjalan dalam kegelapan malam. Hanya bercahaya lampu sepeda motor yang tak bisa dikatakan terang. Awalnya sih enjoy saja jalan sambil ngobrol-ngobrol. Lama-lama pegel juga hahhahaa

Karena jalannya terus menanjak dan tak memungkinkan untuk berboncengan, sementara cewek-ceweknya udah mulai ngos-ngosan, jadinya gantian cewek-cewek yang naik sepeda motor sementara yang cowok jalan. Jadilah Icha dan temennya Cekli naik motor, sementara saya tetap jalan bareng cowok-cowok yang lain karena kawannya Ibenk katanya punya asma dan nggak kuat jalan. Hmm… baiklah, anggap olahraga malam aja dah kalau gini ceritanya.

Berjalan cukup lama, kondisi jalan masih menanjak dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Saya sebenarnya udah pegel banget lutut dan pinggangnya. Napas juga udah sesak. Tapi kok ya belum ada tanda-tanda mau nyampe ya. Mana yang lain juga belum ada yang balik turun buat ngelansir kami-kami yang jalan ini. Hufts…

Kepala saya mulai oyong, pandangan mulai kabur dan pinggang rasanya panas sedangkan dada kian sesak. Entah jam berapa waktu itu. Dalam keremangan malam, saya jalan pelan sambil tangan berpegangan di tas yang dipakai Ibenk. Kebetulan dia yang jaraknya paling dekat dengan saya yang jalan diurutan belakang karena tenaga terkuras. Bukan apa-apa, mengantisipasi kalau saya tiba-tiba pitam terus jatuh. Sementara mau bilang gantian naik motornya ama temennya Ibenk juga enggan saya lakukan. Kalau asmanya si kawan kambuh kan jadi kerjaan juga nanti.

Setelah dirasa medannya cukup memungkinkan untuk berboncengan, baru lah saya naik motor berboncengan dengan kawannya Ibenk. 3 matic lainnya masih belum kuat untuk berboncengan. Eh iya, herannya Arif yang bomceng 3 sama Dian dan Aisyah kok ya tarik motornya. Padahal motor bebek. Mantap euy...

Berhubung saya juga baru kenal malam itu sama kawannya Ibenk *yang kemudian saya lupa namanya*, sepanjang jalan kami cuma diam saja. Saya malah fokus ngeliat ke depan liat kondisi jalan, takutnya si kawan ngatuk atau berhalusinasi, secara lumayan serem juga berdua tengah malam di jalan yang belum pernah kami lalui itu. Sunyi. Cuma suara sepeda motor kami saja.

Dan akhirnya, sampai juga di lokasi camping. Sudah banyak tenda yang berdiri. Suasananya masih ramai, padahal sudah jam 3 pagi. Begitu sampai saya langsung menghampiri yang lain yang tengah memasang tenda. Saya bertanya kenapa tidak ada yang turun untuk menjemput Ibenk dan Fredy. Ternyata oh ternyata kondisinya tak memungkinkan. Ada yang ngakunya motornya tak sehat, takut mogok di tengah jalan karena melihat kondisi jalan yang memang lumayan offroad gituh. Beberapa beralasan minyak motornya tinggal sedikit, takutnya besok harus mendorong kalau malam itu dipakai menjemput yang masih tertinggal. Ah, kenapa tak bilang dari tadi sementara yang di bawah sudah menanti-nanti.

Sementara yang lain mengurusi tenda, saya memikirkan bagaimana agar Fredy dan Ibenk bisa dijemput.  Tak mungkin membiarkan mereka jalan. Masih jauh sekali ke puncak. Bisa-bisa saat matahari terbit nanti mereka baru sampai.

Si Arif mau jemput, tapi sepeda motornya minyaknya terbatas. Sementara cuma Si Jago Merah motor kesayangan saya yang ready. Butuh 1 sepeda motor lagi. Setelah ditanyain satu persatu, ternyata ada 1 motor yang bisa, alhamdulillah. Langsung cuss jemput yang di bawah. Saya mah langsung duduk-duduk liatin yang masang tenda *lebih banyak yang mandorin memang, secara kalau semua mau bantuin juga kadang malah jadi ribet :D*

Untuk camping di Bukit Gundul ini per orang dikenai biaya sebesar 10 ribu per orang. Saya tidak tahu apakah mereka pengelolah resmi atau oknum yang memanfaatkan keadaan. Tapi untungnya mereka tidak hanya mengutip uang saja, tetapi juga menyediakan air untuk keperluan di satu-satunya toilet umum di Bukit Gundul ini. Tidak ada sumber air disini selain yang disediakan bapak-bapak yang mengutip uang tadi. Buat saya sih harga segitu wajar. Secara uang tersebut sudah termasuk parkir sepeda motor dan kita bebas ke toilet *tapi ya harus tau diri lah, hemat-hemat pakai airnya*. Kalau di Sibayak, parkir beda, ke toilet beda lagi. Tau sendiri kan kalau udara dingin bawaannya mau pipis mulu. Sekali ke toilet udah 3 ribu kalau di Sibayak.

3 tenda sudah terpasang. Personil sudah terkumpul lengkap. Cowok-cowok pada ngobrol di luar sambil ngeteh dan ngopi. Saya, Icha, Aisyah, dan istrinya bang Yogi milih masuk tenda. Ngobrol ngalor ngidul kemudian tertidur sebentar. Ia sebentar. Karena beberapa saat kemudian pagi sudah menghampiri.

camping
tiga tenda berjejer (motonya pas udah pagi :D)

Meski suasana masih remang-remang, berkabut dan dingin, kami tetap keluar untuk melihat sekitar. Tak ingin ketinggalan momen matahari terbit. Tapi apa mau dikata, kabut menyelibuti dengan begitu tebalnya. Jadi lah kami hanya duduk-duduk bercanda ria sambil wefie.

ornamen khas suku karo
ada 2 bangunan dengan atap khas rumah adat Karo yang terdapat di Bukit Gundul ini.

pesona wisata sumatera utara
Pagi yang berkabut
bukit gundul sipiso-piso
Kalau camping gini urusan dapur dipegang oleh para cowok :D

ngetrip bareng sahabat
Sementara cowok-cowoknya nyiapin sarapan, cewek-ceweknya wefie-wefie manjah :D
camping bareng teman
Kita wefie lagi kakaaaa... :D

Usai berfoto ria, duduk-duduk ngeliatin yang masak, yang cowok milih berdiri sambil ngobrol-ngobrol

Menurut yang sudah kesini, jika cuaca cerah, pemandangan di Bukit Gundul ini cantik dan menawan. Dari bukit ini kita bisa menyaksikan Danau Toba, rumah dan ladang penduduk, juga gunung dan perbukitan hijau.

pagi penuh kabut
Pemandangan Danau Toba yang tertutup kabut, tetap menawan



Sampai kami bergerak pulang dan matahari sudah muncul, tetap saja pemandangan di bawah tak terlihat. Terhalang kabut. Banyak yang menyayangkan karena kabut menutupi jarak pandang. Tapi saya pribadi nggak kecewa sih. Karena pagi berkabut ternyata juga punya pesona tersendiri buat saya. Jarang-jarang kan ngerasain suasana pagi diselimuti kabut tebal begini. Jadi berasa dipeluk. Dingin. Tapi hati rasanya tentram. Hangat.

fans sheila on 7
Ini nih kedan-kedan dari Sheilagank Sumut

sheilagank sumut
pengennya wefie dengan background Danau Toba, tapi yang kelihatan justru kabut, ora popo, yang penting wefie :D

Suasana pagi berkabut itu rasanya romantis, tetapi juga sekaligus mistis *apaan coba*. Membuat saya jadi ingin merangkai kata-kata puitis. Terkenang masa-masa manis hingga hati terus saja berucap syukur atas nikmat yang seakan tak pernah habis. Ah, beginilah rasanya pagi dipeluk kabut di Bukit Gundul. Syahdu.

Kaus kaki berlumpur dan kabut pagi. Romansa pagi yang menyenangkan.

Bunga liar yang tumbuh di sekitar bukit gundul Sipiso-piso

bukit gundul sipiso-piso
Tanaman liar di bukit gundul sipiso-pios

indahnya embun di pagi hari
Jarang-jarang liat embun pagi gink

bunga hutan
Suka liat bunga-bunga liar ini :)



Perjalanan yang penuh rintangan dan kelelahan karena kendaraan yang tidak sehat rasanya terbayar sudah dengan kesyahduhan pagi yang ditawarkan Bukit Gundul. Tak mengapa tak dapat melihat indahnya pemandangan Danau Toba dari puncak Bukit Gundul ini. Anggap saja itu pertanda bahwa saya harus kesini lagi. Suatu saat nanti.

sheilagank sumut
Yang packing cuma 2, yang mandorin banyak :D

sheilagank sumut
sebelum pulang, foto bersama dulu #Sheilaganksumut


bukit gundul sipiso-piso
perjalanan pulang. masih tetap berkabut mameeen


Kalian pernah ke Bukit Gundul? Ngerasain ngos-ngosan karena motornya tak kuat menanjak nggak? Atau malah jatuh hati pada syahdunya kabut pagi yang memeluk diri di Bukit Gundul? Share ya :)

Share:

42 komentar

  1. Wah seru ya kemping rame2? Udah lama gak kemping hehe.
    Hahaha itu matic-nya untung selamet ya mbak? gk ngadat di jalan :))
    Soal yg masak cowok emang klo kemping rasanya tetep aja maknyus :D

    keluargahamsa(dot)com

    BalasHapus
    Balasan
    1. nggak sampe ngadat sih mbak maticnya, cuma udah tercium aroma ban terbakar xixiixiii..

      iya mbak, kalau camping biasanya yang masak cowok. cewek-ceweknya tinggal nikmatin aja. coba di kehidupan sehari-hari juga gitu ya mbak hehhehe

      Hapus
  2. Gile, naik motor.
    kabutnya lumayan yah..
    jadi inget ke gunung kamojang di Bandung. naik motor juga dan berangkatnya subuhu2 gitu. hahahahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak naik motor, memang sudah ada jalur untuk kendaraan mbak, cuma ya jalannya off road gituh.

      kabutnya bikin baper ya mbak :D

      Hapus
  3. Perjuangan berat yang sepadan sama pemandangannya ya. Tapi salut banget deh naik motor ke atas bukit, bawa carrier pula. Hebaaaattt!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. bawa carriernya aku cuma sebentar kok mbak.

      ah kalau naik motor nggak terhitung hebat lah mbak, kalau mendaki jalan kaki baru hebat :D

      Hapus
  4. Seumur-umur aku belum pernah camping. Ngerasain tidur di tenda. Jd pengen. Tapi ga mau susah2 dorong motor. Hehe
    Oya, 1 yg selalu kepikiran, kalo naik gunung gt, kalo kerasa pup gmana? Ak pernah nahan pup 2hr-an pas ke badui dalam krn hrs pup di kebun. Dan skrg pikir2 kalo hrs kegiatan alam gt. Haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo dicoba camping mbak Nita. seru loh.
      kalau di bukit gundul sipiso-piso ini ada toiletnya mbak, ya walaupun nggak senyaman di rumah. aku biasanya seringnya pipis aja karena udara dingin. nggak tau kenapa belum pernah mau pup kalau pas camping :D

      Hapus
  5. Wah, jalan berliku dan naik motor sambil gendong carrier perjuangan banget itu mbak wah, kemping yang berkesan dan seru ya :)



    Saya jadi rindu kemah nih mbak Diah hehe

    BalasHapus
  6. Perempuan mah gitu. Selfi2 yg cowok masak. Kalau aku di sana, kagak mau ngemotor sendiri, hrs pake supir, hahah. jalane serem gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau lagi camping memang biasanya cowok-cowoknya yang masak mbak :D

      iya, rada serem jalannya. bagusnya memang ada yang nyupirin :D

      Hapus
  7. Perempuan mah gitu. Selfi2 yg cowok masak. Kalau aku di sana, kagak mau ngemotor sendiri, hrs pake supir, hahah. jalane serem gitu

    BalasHapus
  8. Salut banget pergi mendakinya naik motor, gak takut kena begal mbak? Hehehe

    Btw, sayang bangetnya pemandangan ditutupi oleh kabut asap😔

    BalasHapus
    Balasan
    1. untungnya nggak ada begal di sana mas :D

      kalau masalah kabut sih saya tetap mensyukurinya kok, secara tetap kece pemandangannya meski berkabut.

      Hapus
  9. Perjalanan yang berat sepadan dengan hasil yang dicapai

    BalasHapus
  10. Wah sungguh indah pemandangannya. Dihiasi kabut yang cukup tebal. Proses naiknya seru ya. Jika berkesempatan saya ingin sekali pergi ke sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, dari awal keberangkatan ada aja yang jadi halangan. tapi disitu serunya. apalagi begitu sampai langsung disuguhi pemandangan menawan :D

      Hapus
  11. Kamping rame rame seru banget . Paling ngga klo ada masalah bisa gotong royong ngebantu biar cepat kelar. Sayang kabut nya manja dan ngga mau kabur

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget mas, kalau rame-rame kalau ada masalah jadi berasa lebih ringan karena merasa ada teman sepenanggungan :D

      kabutnya ingin bermanja-manja sepertinya mas, makanya nggak mau kabur :D

      Hapus
  12. Kalau medannya seperti itu memang lebih enak pakai motor bebek daripada matic kayaknya :)

    Harusnya nginep semalem lagi biar lebih puas ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih enak lagi kalau pakai motor yang khusus off road mbak :D

      inginnya sih nginep semalam lagi, tapi besoknya sudah harus kerja mbak. jadi mau nggak mau ya balik ke medan.

      Hapus
  13. loh kok kebalik yaa cowo cowonya yang siapin makanan. manteb juga itu pagi pagi tertutupi oleh embun pagi. pemandangannya bagus juga

    BalasHapus
  14. Asyik banget bisa camp bareng temen-temen. Kalau aku pernah sih beberapa kali camp, tapi di pantai. Sayang banget ya kabutnya menutupi pemandangan di sekitar.

    BalasHapus
  15. Hahaha ... Lebih banyak cerita tentang perjalanan di motornya ya.

    "Naik" pakai motor emang lebih ribet ya.

    Tapi meskipun sama sheilagank, ga ad nyanyi bareng lagu sheila nya ya??

    BalasHapus
  16. Duh... baca perjalanannya saja sudah ngos-ngosan nih. Adaaa... saja halangan sama motornya. Tadi aku jadi ingat perjalanan waktu ke air terjun di kotaku. Jalannya offroad banget. Kalau hanya tinggi sih masih aman jika jalan halusm jika jalan berbatu, kita harus berkawan dengan bau karet terbakar da sering ngalah jalan kaki meski lelah. Ngeri...
    Tapi layak banget dengan pemandangan dan kegiatannya kan???

    BalasHapus
  17. Dunia Perkemahan (Camping) emang seru bangettttt :D

    BalasHapus
  18. Saya bisa membayangkan bagaimana capeknya Mbak dan kawan2. Tapi begitulah setiap perjalanan memiliki ceritanya sendiri2.

    Btw, saya juga mau naik gunung singkat. Nanti sore berangkat, besok siang balik.

    BalasHapus
  19. Itu kabutnya tebel luar biasa, Mbak. Agak ngeri ya, pakai motor pun.

    Aku minggu lalu cuma ke puncak, Bogor aja kabut gak setebal itu naik motor rasanya udah ngeri banget :(

    Tapi tiap perjalanan punya cerita pasti, ya. Apalagi kalau sama teman-teman kayak gitu. Duh, aku belum sampai nge-camp sih, kayaknya lebih seru ihihihiw

    BalasHapus
  20. Ya ampuunnn, kabutnya tebel bangeeett. Kebayang dinginnya. eh dingin ga sih? Duh ngebayangin perjalanannya ayan juga ya

    BalasHapus
  21. Pemandangan dan foto2nya asyik. Tapi jangan lupa sampahnya ya. Tuh masih terlihat sampah yg berserak.

    Salam
    @nuzululpunya

    BalasHapus
  22. Semoga pengunjungnya tidak lupa membawa turun sampah hehe.
    Aku jadi kangen naik gunubg baca tulisan ini. Itu kabutnya memanggil manggil heheh.

    BalasHapus
  23. Pingin sekali ajak anak-anak camping.
    Tadabbur alam, agar kita makin mencintai segala ciptaan Allah.

    BalasHapus
  24. Naik puncak naik motor? ajaib sih kak! Hahaha
    Dan boleh y?

    Aku klo mau ke puncak/Gunung mikirnya berulang kali, kuat apa engga 😂

    BalasHapus
  25. Keliatan dingin banget karena kabutnya tebel bangeet . Dulu aku sering dan sukaaa kemping. Tapi sejak nikah belum kesampean :)

    BalasHapus
  26. Wuih kebayang deg-deg-an ya..waktu nunggu sendirian di warung. Takut kenapa-kenapa. Perjalanan menuju tempat campingnya juga lumayan menegangkan. Sambil terkantuk-kantuk ya...
    Rasa lelah, pasti tergantikan sewaktu sampai di puncak. Lihat pemandangan yang indah, lelah menghilang :)

    BalasHapus
  27. maaf oot, template blognya ngambil di tempat yang sama,eheheheheh

    BalasHapus
  28. I know the feeling about the carrier. Pernah juga dibonceng sambil bawa kotak berisi dispenser besar. Berat sih enggak. Cuma 1 menit berada diposisi itu berasa dibonceng sambil kayang. Pas nyampek Pinggang serasa mau lepas n kaki gemetaran 😨

    Btw..foto2 bunga liar n rumput2annya cakeeepppp. Pake kamera hp kah?

    BalasHapus
  29. Kalo naik mobil ke atasnya bisa nggak?

    BalasHapus