UNI-UNI MASUK HARD ROCK


sebenarnya tulisan ini sudah pernah diposting di blog saya yang satu lagi. tapi berhubung sekarang postingan di blog tersebut lebih pada tulisan-tulisan fiksi, jadi saya pindah kesini ^_^

 UNI-UNI MASUK HARD ROCK

Entah apa yang ada di pikiran para tamu malam itu. Mungkin mereka berpikir sedang bermimpi melihat malaikat di tempat ajeb-ajeb. Atau mungkin, mereka tak habis pikir kenapa security tempat itu membiarkan perempuan itu masuk. Bukan tidak mungkin perempuan itu adalah anggota dari teroris dan berniat meledakkan tempat itu.
Mengenakan sandal gunung, baju dan rok panjang serta jilbab berwarna abu-abu. Kehadirannya bersama rombongan yang juga aneh (meski tak menggunakan jilbab) membawa suasana lain di Main Stage Hard Rock Hotel Bali malam itu. And the girl is me wkwkkwkw…!

Ceritanya waktu malam pertama di Bali, kak Nona dan suaminya -tuan rumah yang merelakan kamarnya kami inapi- mengajak kami jalan-jalan. Setelah makan malam sate ayam (sate di Bali beda sama di Medan, satunya pakai sop bro!! hihii… seger!!), pasangan pasutri ini mengajak kami mengitari daerah Legian dan Kuta. Malam-malam di Kuta seru juga. Deru ombaknya bikin pengen mandi hehehe!! Selesai foto-foto di pantai Kuta, kak Nona mengajak kami ke Hard Rock. Sebenarnya kami berlima cuma ngikut aja apa kata tuan rumah. Secara kami baru sampai dan belum nyusun rencana mau kemana aja. Awalnya sih kami berpikir untuk menghabiskan malam itu dengan beristirahat setelah menempuh perjalanan Surabaya-Bali. Baru keesokkan harinya menjelajah pulau Dewata. Tapi berhubung tuan rumah menawarkan untuk jalan-jalan, kami tentu tak menyia-nyiakan kesempatan (apalagi naik mobil dinas suaminya kak Nona, otomatis gratis. Itu yang paling penting ;) ) maka saat kak Nona ngajak ke Hard Rock aku sama sekali nggak keberatan, bahkan senang. Memori otakku pun mengingatkanku saat Sheila On 7, grub band favoritku berada di Hard Rock. Untuk kau ketahui kawan, terkadang sesuatu yang tak istimewa bisa menjadi sangat istimewa ketika sesuatu itu berhubungan dengan apa yang kita sukai. Aku nggak punya hubungan emosional apa-apa sama Hard Rock (ceilee hubungan emosional). Tapi karena Sheila On 7 pernah ada di sana (yang entah kapan aku nggak ingat. Aku cuma ingat aku pernah liat so7 di tv atau di majalah gitu, sedang berada di Hard Rock), dan hubungan emosionalku cukup kuat dengan so7, otomatis Hard Rock menjadi bukan sekedar Hard Rock buatku, melainkan sesuatu yang berhubungan dengan hal spesial yang aku sukai, Sheila on7. So, akupun melangkahkan kaki dengan semangat menuju Hard Rock hotel Bali yang berada di kawasan Kuta itu.
Tak ada masalah apa-apa saat kami melewati pintu masuk areal Hard Rock dan menjalani pemeriksaan security, meski aku melihat pandangan security sedikit aneh kepadaku. Semacam ekpresi heran dan bertanya-tanya. Aku cuek saja.
Kak Nona dan suaminya langsung masuk ke dalam. Aku dan keempat kawanku berfoto-foto dahulu di tulisan Hard Rock Bali dan gitar raksasa, simbol kebanggaan Hard Rock. Puas berfoto-foto kami pun segera masuk ke dalam. Suasana di dalam remang-remang. Pengunjung yang hampir semuanya bule asik berbincang dengan rekan-rekan mereka dan menikmati sajian musik dari band yang berada di panggung yang letaknya di tengah ruangan lumayan tinggi. Tiga vokalis (satu cewek dua cowok), dua gitaris dan satu penabuh drum tampak larut dalam musik yang mereka mainkan. Mereka membawakan lagu-lagu berbahasa inggris. Aku menikmati sajian mereka dengan rasa takjub. Musik mereka bagus, enak di dengar. Suara vokalisnya juga, apalagi vokalis ceweknya, top deh. Sang vokalis cewek itu aktif bergerak mengikuti irama musik, namun suaranya tetap bagus dan enak di dengar meski ia bernyanyi sambil bergerak atraktif. Aku jadi mikir, sekarang ini lagi banyak penyanyi-penyanyi kurang sadar diri. Suara pas-pasan nekat buat album. Sah-sah aja sih kalau mereka pengen ngerekam suaranya. Tapi kalau untuk konsumsi publik dalam artian komersil, ya harus sadar kemampuan lah. Masak cuma modal nama dan ketenaran aja. Nah disitu letak keherananku, yang suaranya pas-pasan dan hanya mengandalkan ketenaran dengan mudahnya ngeluarin album, nah ini yang bener-bener potensial cuma nyanyi di kafe. Emang sih hidup itu pilihan. Mungkin si mbak penyanyi kafe itu memang pengennya jadi penyanyi kafe, nggak pengen jadi artis. Atau mungkin dia udah nyoba kasih demo rekaman suaranya ke produser berkali-kali tapi nggak ketrima-trima dengan berbagai alasan. Yah, mungkin saja begitu, seperti kata beberapa kawan : wajah sama cantik, potensi sama bagus, bahkan mungkin lebih bagus, cuma beda di nasib aja!

Balik lagi ke cerita aku yang masuk Hard Rock pake jilbab. Sebenarnya aku sadar sih kalau kehadiranku sudah membuat beberapa pengunjung lain dan para karyawan mengalihkan perhatiannya ke aku. Walaupun kebanyakan dari mereka bersikap cuek. Namun ada beberapa yang mengerutkan dahi dan curi-curi pandang ke padaku. Aku nyantai aja foto-foto narsis+norak. Tenang aja kali bro, aku bukan teroris kok. Lagian aku cuma numpang duduk en dengerin musik+foto doang (jadi ketauan kalo nggak mesan apa-apa. Secara harga secangkir kecil kopi empat puluh ribu, nggak sesuai ama kantong backpacker hehehe.. Cuma kak Nona ama suaminya yang pesan kopi, kami ndompleng aja). Bukti laen kalo diem-diem mereka perhatiin kami, saat ada pengunjung yang me-request lagu berbahasa Indonesia, sang vocalist cewek  langsung mengarahkan pembicaraan ke kami.

“Ya, lagu kali ini berbahasa Indonesia, sepertinya lagu ini di-request oleh pengunjung di sebelah kiri saya. Ya mbak-mbak yang di sana, dari mana mbak?”
“Medan.” kami menjawab kompak.
“Dari mana?”
“Medan!!” kali ini suara kami lebih kuat.
“Wah, dari Medan. Jauh ya!!”
Nah lo, terbuktikan kalau mereka memperhatikan kami, terutama aku hehe.. J
Waktu udah di rumah kak Nona, Lina buka obrolan.
“Tau nggak tadi waktu kami sama-sama ke toilet kak Nona bilang apa?” kami yang udah mau melayang ke alam mimpi kembali tersadar.
“Bilang apa?”
“Dia bilang gini : Lin, itu kawanmu itu nggak pa-pa tuh diajak ke tempat kayak gini?”
“Kawan yang mana kak?”
“Itu yang pake jilbab”
Si Lina langsung ngakak. “Oo.. nggak pa-pa kak, ntu anak orangnya asik-asik aja. Memangnya kenapa kak?”
“Nggak gitu, soalnya kakak liat gayanya kan kayak uni-uni pesantren gitu, pake rok, pake jilbab”
 Lina makin ngakak. “Itu roknya mbak Mun kak, pinjem. Soalnya lagi ....... (disensor ya lagi apanya hehheee...). Kalau pake rok kan gampang gantinya kalau pergi-pergi gini. Aslinya malah nggak punya rok, ngejins terus”

Hahahha… perutku  sampe sakit karena ketawa. Uni-uni pesantren masuk Hard Rock!

Share:

3 komentar

  1. ayoklah kita ke bali, biar kita ulang lagi :)

    BalasHapus
  2. wow si mbak ada di bali...
    tapi malah begaya di depan Hard Rock

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehheee... cuma maen aja kok bang... kan di bali memang ada hard rock :D

      Hapus