TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)

TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)

Trip to Pulau Pandang (Bagian II) - Wisata Sumut : Masih ingat cerita saya tentang Trip to Pulau Pandang (Bagian I) beberapa waktu lalu? Ini kelanjutannya.

Setelah berhasil mengitari setengah Pulau Pandang, kami kembali ke mess. Rencananya hendak mandi, ternyata masih antri. Akhirnya memilih duduk-duduk di pinggir pantai menyaksikan keceriaan mereka yang tengah mandi di pantai sambil bercanda ria.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
Waktu mengelilingi pulau.
Malam hari, usai makan malam, rombongan bank tamunya bang Endy Mutiara Indah Charters membuat aneka permainan dengan hadiah yang sudah disiapkan sejak di Medan. Dua orang biduan bergantian menyanyikan lagu dangdut. Biduan dan pemain keyboard ini dibawa dari Batubara untuk memeriahkan acara internal bank yang jadi tamunya bang Endy. Baju dan dandanan mereka tak senorak penyanyi dangdut yang biasa saya saksikan di pesta-pesta. Dan yang penting adalah : pakaian dan goyangannya masih terbilang sopan. Ya, tau sendiri lah ya gimana biasanya pakaian yang dikenakan penyanyi dangdut *bukan bermaksud merendahkan para penyanyi dangdut, tapi memang demikianlah adanya yang sering saya dapati : dandanan menor, baju norak dan seksi*.

Karena dangdutan itu merupakan acara internal mereka jadi saya memilih mencari keasyikan sendiri walau mereka pun beberapa kali menawari untuk bergabung. Robby tampaknya tengah asik memotret yang lagi dangdutan. Entah memotret sang biduan, atau peserta trip, saya tak begitu peduli.

Hanya ada satu penerangan di pinggir pantai. Itu pun di bawahnya sudah ada sekumpulan orang ramai bercerita. Tampaknya anak sekolah. Kelihatan dari postur tubuh dan cara bicaranya yang khas remaja *menuliskan kata remaja, kok saya jadi berasa tua hahahhaa*

Dengan bertelanjang kaki, saya memilih berjalan santai di pinggiran pantai yang remang-remang. Sepi. Ingin memotret tapi kamera handphone mana yang mendukung hasil yang bagus dengan cahaya remang begini. Jadi saya memutuskan untuk terus berjalan dan menikmati debur ombak yang berirama.

Hampir ke ujung, saya berhenti dan duduk di atas pasir yang dingin. Memandang langit yang malam itu tak berbintang. Ah, saya jadi teringat malam-malam yang pernah saya habiskan di tepi pantai dengan bintang-bintang bertaburan. Malam-malam dengan langit yang menakjubkan di Karimunjawa, malam yang menyenangkan di Pantai Lovina (Bali), malam yang hangat oleh perbincangan dengan sahabat di dermaga pulau Berhala, dan malam-malam berbintang lainnya. Saya mengingat semua itu dengan pandangan jauh ke horizon yang terlihat samar di keremangan.

Musik dangdut masih terdengar, berpadu dengan suara ombak. Entah di menit keberapa, pandangan mata saya beralih dari horizon ke sekeliling. Saat itulah mata saya terpaku pada sesuatu yang berpendar di pinggiran pantai, tepat di batas air laut menyentuh bibir pantai. Sinar kecil berwarna biru yang seperti berkerlap-kerlip. Saat ombak membawa air laut mencapai pantai, sinar itu pun hilang. Kemudian terlihat lagi saat air kembali tertarik ke laut. Saya jadi penasaran. Kerlip sinar itu ada di sepanjang bibir pantai. Para remaja yang masih berisik itu pasti tak melihatnya karena mereka berada di bawah penerangan yang terang. Hanya di tempat yang cahayanya kurang lah sinar-sinar kecil dapat terlihat.

Saya makin penasaran dan bergegas mendekat. Membiarkan air laut menyentuh kaki saya. Saat air laut menjauh dan saya mengangkat satu kaki saya, saya kaget karena ternyata sinar-sinar itu ada di bekas pasir yang saya injak. Saya menginjak mereka. Tapi mereka tetap bersinar. Satu sinar malah menempel di kaki saya bersama pasir basah. Sinar-sinar itu seperti butiran-butiran kecil. Saya masih belum tau benda atau makhluk apa namanya. Apakah mereka kunang-kunang laut? Atau mungkin mereka adalah jelmaan bintang-bintang yang absen di langit malam itu.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
(Foto : http://media.greatocean.com.au/) walaupun terinjak, ini sinar birunya tetap berpendar
Fakta saya menginjak makhluk bersinar yang juga menempel di kaki saya itu menimbulan kekkhawatiran lain di samping rasa takjub. Saya khawatir kalau-kalau itu adalah hewan laut yang beracun *saya pernah nyantai duduk di teras penginapan dan mencelupkan kaki ke laut di Iboih-Sabang. Agak lama setelah itu saya curiga karena kaki saya terasa celekat-celekit seperti dicubit. Setelah saya perhatikan laut yang bening itu, ternyata ada ubur-ubur kecil berwarna transparan. Meski tak parah, tapi pengalaman itu memberikan saya pelajaran untuk tetap berhati-hati*. Saya pun memendam rasa penasaran saya dan kembali ke posisi saya duduk semula. Menikmati keindahan kunang-kunang laut jelmaan bintang-bintang di sepanjang bibir pantai Pulau Pandang malam itu.

TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
(Foto : http://a.abcnews.go.com/) Di Pulau Pandang, sinar birunya tak sebanyak seperti yang di air dalam foto ini, tapi lebih seperti titik-titik kecil seperti yang di pasir dalam foto ini.
Setelah di Medan dan googling barulah saya menemukan sedikit titik terang tentang hewan apa itu. Phenomena pantai dengan warna biru berpendar ini terdapat di beberapa pantai di dunia : Pulau Vadhoo di Maladewa, Puerto Mosquito, Gili Trawangan, Trelawny – Jamaica, Zeebrugge – Belgia, dan di beberapa perairan di dunia. Hal ini disebut bioluminesensi, yakni sebuah fenomena biologis dimana pada makhluk hidup tertentu tubuhnya bisa mengeluarkan cahaya yang disebabkan oleh proses kimia. Beberapa makhluk hidup yang diketahui memiliki kandungan unik dalam tubuh mereka yang bisa membuat tubuh mereka berpendar adalah plankton, kunang-kunang, flagellate, dan jamur jenis tertentu.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
(Foto : http://oarnorthwest.com/) phenomena bioluminusensi oleh ubur-ubur
Melihat foto-foto bioluminesensi di beberapa situs, terdapat kemiripan seperti yang saya saksikan di Pulau Pandang. Bedanya, jumlah sinarnya tak sebanyak dan sekentara seperti di foto-foto tersebut. Di pantai Pulau Pandang, pendar biru itu hanya terlihat satu satu namun cukup ramai sehingga memungkinkan untuk tertangkap mata. Saya kurang tahu apakah phenomena bioluminesensi terjadi sepanjang tahun di pulau ini, mengingat di beberapa tempat phenomena ini hanya terjadi pada bulan-bulan terntentu.

Sedang asik memandangi phenomena bioluminensensi, beberapa kapal nelayan mendekat ke pulau. Mereka ‘memarkirkan’ kapal mereka di pantai tak jauh dari saya. Mematikan mesin. Sebagian awak kapal turun, sebagian tetap di kapal. Saya terusik. Tak bisa menyaksikan kunang-kunang laut jelmaan bintang seleluasa tadi. Menyadari ada saya, salah satu dari mereka pun berteriak mengundang saya ke kapalnya. Hmm.. ajakan itu terdengar sama saja seperti gombalan pria-pria pada umumnya. Gombalan iseng-iseng berhadiah.

“Ngapain disitu, sini sama abang!” sahut suara di atas kapal.

Saya berjalan menjauh, berpindah tempat ke dekat sinar lampu satu-satunya di pinggir pantai. Saya tau nelayan-nelayan itu tak berniat jahat, hanya iseng menyapa. Bentuk keramahan dengan sedikit bumbu gombalan. Tapi saya memang tak hendak menanggapinya lebih jauh meski sebenarnya penasaran dengan kehidupan mereka di lautan.

Di bawah sinar lampu itu, saya mengumpulkan batu-batu kecil, menyusunnya setinggi yang saya bisa. Sebagian batu-batu itu saya lempar ke laut. Melempar sejauh mungkin sambil mengucapkan impian-impian saya di dalam hati sembari berdoa, semoga Raja Semesta memeluk mimpi-mimpi saya, menggenggam tangan saya agar langkah saya tak tersesat. Saya menikmati aktifitas ini. Sudah menjadi kebiasaan saya memang saat bepergian untuk meluangkan waktu menikmati kesendirian. Berbincang dengan hati saya sendiri, dan Raja Semesta tentunya. Biasanya saya gunakan untuk bersyukur untuk hal-hal yang sudah saya raih, dan berdoa untuk mimpi yang belum tergapai.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
Tak hanya di pantai, di gunung pun saya suka melakukan ritual 'melempar batu'.
Lagi-lagi kenikmatan menyendiri inipun terusik. Beberapa orang yang sepertinya satu keluarga besar ikut duduk-duduk di dekat saya. Dua anak kecil mengambil batu-batu yang saya susun. Saya menyunggingkan senyum dan mengatakan tak apa saat seorang perempuan melarang dengan mengatakan itu batu-batu saya. Dua anak kecil itu pun senang karena merasa sudah saya ijinkan. Perempuan itu mengajak saya ngobrol. Kami berkenalan *tapi saya lupa namanya*. Mereka memang satu keluarga tapi bukan dari rombongan kami. Selain kami memang ada rombongan lain yang kala itu mengunjungi Pulau Pandang.

Perempuan dan keluarganya pamit. Saya kembali sendiri. Entah pukul berapa. Tapi belum berniat untuk ke mess. Terlalu sayang rasanya melewatkan malam di pantai dengan tidur cepat. Apalagi di Medan tak ada pantai. Jadi saya ingin menikmati malam ini sampai kantuk benar-benar tak bisa diajak kompromi. Menikmati kesendirian yang ramai oleh debur ombak. Kesendirian dan keramaian yang menenangkan.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
Menikmati kesendirian di tepi pantai itu menenangkan guys.
Sesosok tubuh mendekat. Salah satu nelayan yang kapalnya sedang parkir. Ia mengajak berkenalan *dan lagi-lagi saya tak ingat namanya*. Ia orang Batubara. Tak lulus SD karena lebih memilih laut ketimbang sekolah. Kulitnya hitam berkilat. Pasti karena sering di bawah terik matahari. Juga karena menurut pengakuannya, ia sering berenang di laut lepas entah itu untuk sekedar melepas penat atau karena ada permintaan ikan ataupun hewan laut tertentu yang mengharuskannya menangkap sendiri. Ia bercerita dengan menyebut dirinya abang dan menyebut saya adik. Saya pun tak keberatan karena memang dilihat dari wajahnya ia lebih tua dari saya. Tapi saat menyebutkan tahun lahirnya, saya malah terkejut karena ternyata ia lebih muda.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
Nelayan yang singgah ke Pulau Pandang
Badai lautan bukan hal baru baginya. Ia sudah terbiasa. Tapi bukan berarti ia jadi sombong dan sepele. Tak ada yang bisa melawan alam dan kehendak Tuhan, begitu katanya. Pemikiran sederhana dan bijak namun tak semua orang memilikinya.

Ia dan nelayan lainnya paling senang jika bisa menangkap banyak teripang. Hewan laut itu banyak diminta orang. Harganya pun tinggi. Mendapatkannya pun tak semudah menjaring ikan. Teripang di percaya ampuh mengobati berbagai penyakit, itu sebabnya banyak yang mencari.

Jika sedang melewati perairan di Pulau Pandang, mereka sering singgah untuk mengambil air tawar. Seringnya sekaligus istirahat dan bermalam. Baru keesokkan paginya melanjutkan berlayar. Mengarungi lautan yang sudah menyatu dengan jiwa mereka. Berpisah dari keluarga dengan alasan untuk menghidupi keluarga pula.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
Baik siang ataupun malam, kapal nelayan sering singgah ke Pulau Pandang sekedar untuk istirahat atau mengambil air tawar
Saya mulai menguap, kemudian memutuskan untuk pamitan meski ia terlihat masih ingin bercerita. Sampai di mess, saya lihat jam di hape, sudah lewat tengah malam ternyata. Biasanya saya bisa terjaga lebih lama lagi. Tapi mungkin karena perjalanan hari ini dan angin pantai yang membuai membuat tubuh ini ingin rebah. Lagipula, esok seusai sholat subuh saya harus tetap terjaga jika ingin melihat matahari terbit. Saya pun mencoba terlelap meski suara nyamuk berdengung di telinga.
TRIP TO PULAU PANDANG (BAGIAN II)
Menaranya yang kecil di ujung sana kelihatan nggak ya;)

NB : Foto-foto (Selain foto bioluminensensi) adalah hasil jepretan Robby

Share:

15 komentar

  1. Kerennn,, pantaiinya,, ada biru" gitu,, beruntung bisa liat begituan ya kak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kapan kesana lagi untuk lihat yang biru2 itu kaka? lucu2 dan betuntung melihatnya

      Hapus
  2. indah bnaget mba, ubur2nya sampe berseraakan di pantai..ga bahaya?

    BalasHapus
  3. cantik sih kak... tapi itu artinya disana banyak kandungan logam hiks :'(

    BalasHapus
  4. indah banget ya kalo malem ada biolumi.. jadi pengen liat langsung ^^

    BalasHapus
  5. Bioluminesensi keren yahhh... dan untung kak mbaknya gak kenapa-napa...

    BalasHapus
  6. Wah pemandangan pulau pandang ini menakjubkan banget ya mbak, keren dan mempesona banget nie pemandangannya, cocok banget buat bersantai ria apalagi bareng sama ayang beb :D

    BalasHapus
  7. Itu makluh dijamin tidak beracun jika diinjak tanpa alas kaki ?
    Justru tampak serem pantainya, jadi tidak berani berenang.
    Duh iley yang dapat abang baru eh adik baru ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah itu dia yang saya juga kurang tau mas. kata teman sih kalau ada bioluminesensi, artinya disitu kandungan logamnya tinggi. perlu ada penelitian lanjut nih di perairan pulau pandang.

      adik baru yang perasaan jadi abang baru hehehehe..

      Hapus
  8. Bagus mbak pantainya :D
    btw, itu yg biru biru cakep dah, jadi pengen kesana..
    Heheheh..
    btw, kapan ngetrip ke Jateng ? biar ane bisa ikut gabung :D
    Wkwkwk #ngarep

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah.. jateng,, pernah sih dulu ke karimunjawa, semarang, n solo (eh solo masuk jateng kan ya). pengen lagi sih, tapi nggak tau kapan, doakan ada rejeki dan kesempatan kesana ya mas :)

      Hapus
  9. indah sekali ya mbak, jadi p[engen nyoba kesana malam-malam :)
    kayanya sambil seruput kopi lebih enak deh ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, menikmati malam di pulau pandang sambil nyeruput kopi, wah ide bagus tuh. kapan-kapan kalau kesana bawa kopi ah hehehehe..

      Hapus
    2. saya juga mau deh mbak, aduh kayanya kalo ajakin pasangan bisa lebih so sweet ya dibawa kesini mbak.hehe

      Hapus
    3. ehehhee.. iya mas, bawa pasangan dan nikmati pantai sambil ngopi bareng, romantis ala saya hehehe :)

      Hapus